Candi-Candi Pada Zaman Kerajaan di Jawa Tengah
Pada kesempatan kali ini Blog Suryakanta akan kembali membahas mengenai peninggalan arsitektur pada zaman kerajaan di Indonesia. Artikel ini merupakan lanjutan dari artikel sebelumnya yang berjudul "Arsitektur Pada Masa Kebudayaan Hindu".
Pada artikel sebelumnya, Blog Suryakanta telah membahas peninggalan-peninggalan yang berasal dari masa kebudayaan Hindu. Dimana dijelaskan bahwa pada abad ke V dan VI Masehi, peninggalan berupa bangunan arsitektural masih belum ada. Peninggalan yang dapat ditemukan dari masa itu hanyalah benda-benda yang bersifat arkeologis, seperti prasasti, barang-barang tembikar, dan perhiasan.
Baca juga : Arsitektur Pada Masa Kebudayaan Hindu
Peninggalan arsitektural pada masa kerajaan mulai muncul setelah kejayaan kerajaan Sriwijaya dan kerajaan-kerajaan lainnya di Jawa Tengah.
Foto Candi Prambanan pada 1893 oleh https://bartellegalery.com/ |
Terdapat berbagai jenis peninggalan-peninggalan arsitektural yang ditemukan pada masa itu. Diantaranya berupa patung, istana, pertapaan, maupun candi. Sebagai peninggalan yang telah berusia ratusan bahkan ribuan tahun, tentu benda-benda tersebut tidak ditemukan dalam bentuk utuhnya, semuanya harus melalui proses pemugaran dan rekonstruksi tanpa diketahui 100 % bentuk aslinya.
Untung saja melalui petunjuk-petunjuk prasasti, buku-buku agama, dan sastra, latar belakang bangunan tersebut dapat diketahui.
Sekilas Mengenai Tipe Candi di Pulau Jawa
Berdasarkan ketatanegraan, zaman kerajaan di Jawa Tengah diperkirakan dimulai sekitar abad VII-X Masehi. Bila kita berbicara mengenai peninggalan arsitektur, monumen arsitektur dalam bentuk candi dari zaman Hindu dapat ditemui di Sumatera, seperti candi Muara Takus, dan candi-candi lainnya di daerah Padang Lawas, Sumatera Utara.
Namun sebagai pusat kebudayaan, pulau Jawa memiliki lebih banyak peninggalan-peninggalan arsitektur berupa candi. Dalam hal ini, candi-candi di Jawa digolongkan menjadi 3 tipe, yakni tipe candi zaman kerajaan Jawa Tengah, tipe candi zaman kerajaan Jawa Timur, dan beberapa lainnya digolongkan kedalam tipe candi zaman peralihan.
Pada masa itu, diperkirakan terdapat dua wangsa yang berkuasa di pulau Jawa, yaitu wangsa Syailendra dan wangsa Sanjaya. Dua wangsa inilah yang memiliki peranan penting terhadap perkembangan monumen arsitektur kuno di pulau Jawa.
Perbedaan Ciri Khas Candi di Jawa Tengah dan Jawa Timur
Salah satu patung Buddha pada candi Borobudur |
Terdapat beberapa ciri khas yang membedakan anatara dua tipe candi ini. Perbedaan ciri khas tersebut dapat langsung diamati ketika melihat objek, baik melalui buku-buku pelajaran maupun kunjungan langsung ke lokasi. Jika dibandingkan, maka anda akan menemukan beberapa perbedaan seperti berikut ini.
- Bentuk candi di Jawa Tengah lebih megah dan besar (gemuk). Sedangkan di Jawa Timur candi berbentuk lebih ramping.
- Candi-Candi di Jawa Tengah berkembang lebih dahulu, sekitar abad ke-VII hingga awal abad ke-VIII, atau sekitar tahun 750-850M. Sebagian besar candi-candi tersebut dibangun ketika wangsa Sanjaya dan wangsa Syailendra sedang berkuasa di Jawa Tengah. Sementara itu, candi-candi di Jawa Timur baru mulai berkembang sekitar abad XI-XIII Masehi.
- Relief-relief pada candi di Jawa Tengah lebih bersifat naturalis dengan pahatan yang dalam. Tokoh-tokoh atau objek pada relief dibuat menghadap ke depan. Sementara itu, candi-candi di Jawa Timur memiliki relief yang bersifat simbolis dengan pahatan yang lebih tipis. Objek-objeknya menghadap ke samping dan menceritakan kisah-kisah pewayangan.
- Candi di Jawa Tengah umumnya menghadap ke Timur, dengan candi utamanya terletak di tengah (terpusat) dan diatur simetris terhadap candi tambahan lainnya. Sedangkan di Jawa Timur, candi utamanya terletak di belakang sebegai tujuan akhir.
Tipe Candi Zaman Kerajaan di Jawa Tengah
Di Jawa Tengah terdapat banyak situs candi, kurang lebih terdapat 14 situs candi sebegai berikut :
- Pringapus
- Dieng
- Selagriya
- Gedongsanga
- Borobudur
- Pawon
- Mendut
- Kalasan
- Sari
- Ratubakala
- Rorojonggrang
- Sewu (Plaosan)
- Sukuh dan Cetha
- Medang Kamulan
Candi Kalasan dengan Keterangan yang Lengkap
Candi Kalasan |
Satu-satunya candi yang lengkap keteranganya adalah candi Kalasan. Keterangan mengenai candi ini ditulis dalam prasasti Canggal (732 M). Atas perintah raja Dharanindra dari wangsa Syailendra, candi ini dibangun sebagai tempat penyimpanan sisa-sisa jasad keluarganya, dan dipujakan kepada dewi Tara. Candi ini dalam bentuk utuhnya dilengkapi pula dengan pertapaan pendeta yang berupa bangunan dari kayu.
Selain candi Kalasan, raja Dharanindra juga melakukan pembangunan candi-candi lainnya, terutama di wilayah Dieng dan Unggaran.
Wangsa Syailendra yang berkuasa di Jawa Tengah pada masa itu menganut kepercayaan Buddha Mahayana, sebagian besar candi yang mereka bangun pada masa itu bersifat Buddhaistis. Meski begitu, beberapa candi yang dibangun ada juga yang bersifat Siwaistis.
Candi-Candi Siwaistis Wangsa Syailendra
Candi Sewu |
Candi-candi peninggalan wangsa Syailendra yang bersifat Siwaistis dapat ditemui di wilayah Dieng. Candi-candi di wilayah Dieng memiliki corak Siwaitis dengan gaya candi yang mirip seperti model arsitektur India. Namun sampai saat ini, belum diketahui pasti kapan dan untuk apa candi-candi tersebut dibangun.
Candi lainnya yang bersifat Siwaistis adalah candi Sewu. Candi yang terletak di kabupaten Klaten ini diperkirakan dibangun pada abad ke IX. Kompleks candi Sewu berjumlah kurang lebih 250 buah yang tersusun membentuk Mandala Wajradhatu, yaitu suatu lambang jagat yang teratur dan harmonis, atau suatu perwujudan alam semesta dalam kosmologi Hindu dan Buddha.
Susunan kompleks candi Sewu "Mandala Wajradhatu" |
Oleh para ahli, candi Sewu sementara diduga bukanlah sebagai "kuburan", melainkan sebagai tempat pemujaan Dewa Siwa yang patungnya pernah berada dalam ruang inti candi tersebut.
Candi Prambanan (Roro Jongrang) yang Asal-Usulnya Masih Belum Jelas
Candi Prambanan |
Di kompleks candi prambanan, selain terdapat candi yang bersifat Siwaistis, juga ada candi-candi yang dipujakan kepada dewa Brahma dan dewa Wisnu.
Sampai saat ini, mengenai siapa yang memerintahkan pembangunan candi Prambanan masih menjadi perdebatan, demikian pula mengenai waktu dan tahun pembangunannya. Sementara ini, para ahli memperkirakan candi Prambanan dibangun oleh seorang raja yang bernama Balitung, raja yang pernah memerintah kerajaan di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Contoh relief pada candi Prambanan |
Menurut beberapa sumber, karena ketidakjelasan mengenai siapa yang memerintahkan pembangun candi Prambanan, maka di masyarakat muncul kisah legendaris terkait pembangunan candi tersebut.
Seperti yang kita semua ketahui, candi Prambanan mempiliki kisah legendaris yang telah diwariskan secara turun-temurun di masyarakat, yakni "Legenda Roro Jonggrang".
Legenda Roro Jonggrang merupakan kisah yang mengagumkan. Mengisahkan tentang seorang pangeran bernama Bandung Bondowoso yang hendak meminang seorang putri bernama Roro Jonggrang.
Sebagai syarat pinangan tersebut, Roro Jonggrang meminta Bandung Bondowoso untuk membangun seribu candi dalam satu malam. Meski terdengar mustahi, sebagai bentuk cintanya Bandung Bondowoso menyanggupi syarat tersebut dan berhasil menyelesaikan seribu candi dalam semalam, meski terdapat beberapa konflik dalam pembuatannya.
Candi Mendut, Murni Sebagai Tempat Pemujaan
Candi Mendut |
Candi lain yang terkenal dan belum disebutkan adalah candi Mendut. Candi Mendut merupakan candi yang murni sebagai tempat pemujaan. Dalam ruangan inti candi terdapat patung Buddha yang duduk di tengah-tengah, bersama Awalokiteswara di kanannya dan Wajrapani di sebelah kirinya. Dua tokoh yang duduk bersama Buddha tersebut adalah seorang Bodhisattva (calon Buddha) yang dipuja dan dihormati dalam kepercayaan Mahayana.
Patung Buddha duduk bersama dua Bodhisattva |
Meskipun candi Mendut tidak begitu besar, candi ini memeiliki keistimewaan lain. Patung-patung utamanya terbuat dari batu yang monolit, dan ukiran-ukiran dindingnya menceritakan dongeng-dongeng kisah moral perjalanan sang Buddha.
Relief pada candi Mendut |
Di sekitar tempat-tempat pemujaan diperkirakan terdapat beberapa pertapaan, namun bangunan-bangunan tersebut tidak ditemukan peninggalannya. Alasannya karena pertapaan tersebut pastinya terbuat dari kayu dan bambu, yang pasti mudah terbakar atau lapuk termakan waktu.
Peninggalan Arsitektur Selain Candi
Selain bangunan candi, di pulau Jawa dan Bali terdapat peninggalan lain dari zaman Jawa-Hindu, seperti stupa, kuil-kuil, pertapaan, tempat pemandian suci, dan gapura-gapura.
Candi kuno Goa Gajah oleh https://baliactivitytours.wordpress.com/ |
Di Bali, terdapat peninggalan-peninggalan berupa gua besar, bernama "Goa Gajah". Gua yang terletak di kecamatan Blahbatuh, Gianyar ini merupakan situs candi kuno yang berfungsi sebagai tempat ibadah umat Hindu. Berbeda dengan candi umumnya yang menjulang vertikal ke atas, situs candi Goa Gajah dibuat masuk ke dalam tebing secara horizontal.
Selain itu, masih di Gianyar, tepatnya di desa Tampak Siring, terdapat tempat pemandian suci yang masih dalam keadaan utuh sampai sekarang, bernama "Tirta Empul". Mirip seperti candi Prambanan, "Tirta Empul" juga memiliki kisah legenda dibalik pembuatannya, namun dengan tema yang berbeda.
Pura Tirta Empul |
Legenda tersebut dikenal sebagai "Legenda Mayadenawa". Di dalam legenda ini juga diceritakan mengenai asal mula nama desa Tampak Siring. Intinya legenda tersebut sangat fenomenal dan sering digunakan sebagai tema cerita dalam pergelaran drama tari di Bali.
Candi Borobudur, Melambangkan Tahap-Tahap Kehidupan Manusia
Candi Borobudur |
Berbicara mengenai stupa, stupa terbesar dari peninggalan jaman kerajaan adalah stupa pada candi Borobudur. Borobudur merupakan bangunan undag bermahkota stupa utama. Ada dugaan bahwa dulunya tersimpan patung Buddha yang tidak selesai pada stupa pusat sebagai lambang kesempurnaan. Maknanya, bentuk alam adalah sempurna, namun tidak ada manusia yang mengetahuinya. Karena ada perbedaan pendapat terhadap filosofi dari patung tersebut, akhirnya patung Buddha tersebut diletakan diluar candi Borobudur.
Di bawah stupa utama ada 3 undag-undag yang denahnya berbentuk lingkaran, dan sekelilingnya dihiasi dengan stupa-stupa terbuka sebanyak 72 buah. Setelah itu, ada 3 undag-undag yang denanhnya bujur sangkar dan merupakan lorong-lorong yang dindingnya dihiasi penuh dengan ukiran-ukiran dari cerita kehidupan Buddha.
Pada tiap sisi undagan terdapat gapura dan tangga. Pada jarak-jarak tertentu di undag-undag ini terdapat ceruk-ceruk yang berisi patung-patung Buddha, yang seluruhnya berjumlah 505 buah.
Setiap umpak pada candi dihiasi Buddha yang sedang bersila dengan sikap yang berbeda-beda sesuai dengan kesempurnaan yang dilambangkan.
Denah dan penampang candi Borobudur oleh https://id.pinterest.com/ |
Ketiga tingkat undag-undag melambangkan keadaan tahap manusia dalam kesempurnaan jiwa.
- Kamadhatu (Tingkat terbawah) :Manusia masih terikat pada Kama (nafsu)
- Rupadhatu (Tingkat tengah) : Manusia telah terlepas dari Kama dan membentuk manusia murni (rupa)
- Aruphadu (Tingkat teratas) : Manusia terlepas dari rupa untuk dilahirkan kembali
Setelah itu terdapat undag-undag yang denahnya lingkaran, melambangkan kesempurnaan lengkap, dimana dinding-dinding tidak berhias apa-apa, kecuali stupa-stupa yang berisi arca-arca.
Borobudur mempunyai alas yang terpendam dengan perkiraan ada kesengajaan karena melambangkan tahap yang lebih rendah lagi dari Kamadhatu.
Kesimpulan
Jawa sebagai pusat kebudayaan memiliki banyak situs candi peninggalan sejarah. Perkembangan candi di Jawa Tengah dimulai pada abad ke-7, tepatnya dari tahun 750-850 SM. Candi-candi tersebut mulai berkembang sejak dinasti Syailendra dan dinasti Sanjaya berkuasa di Jawa Tengah.
Dinasti Syailendra menganut kepercayaan Buddha Mahayana, sedangkan dinasti Sanjaya menganut kepercayaan Hindu Siwa. Karena itulah candi-candi di wilayah Utara pada umumnya adalah candi-candi bercorak Hindu, sedangkan di wilayah Selatan adalah candi-candi bercorak Buddha.
Kurang lebih, terdapat 14 situs candi yang tersebar di wilayah Jawa Tengah. Situs-situs candi tersebut memiliki latar belakang, bentuk, fungsi, dan ciri khasnya masing-masing. Contohnya adalah candi Mendut yang murni sebagai tempat pemujaan, dan candi Kalasan yang dibangun sebagai tempat penyimpanan sisa-sisa jasad keluarga raja.
Sebagian candi pada saat ditemukan masih memiliki asal-usul yang belum jelas, meski begitu, beberapa informasi berhasil didapat melalui parasasti, buku-buku agama, dan sastra.
Candi yang memiliki keterangan paling lengkap adalah Candi Kalasan. Keterangan candi ini ditulis dalam prasasti Canggal (732 M).
Sumber :
Sumintardja, Djauhari. 1978. Kompendium SEJARAH ARSITEKTUR JILID1. Bandung: Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan
Comments
Post a Comment
Mari bersama-sama membangun blog ini menjadi lebih baik lagi dengan meninggalkan jejak berupa komentar.