Arsitektur Pada Masa Kebudayaan Hindu
Candi Plaosan di kompleks candi Sewu. Sumber : https://m.brilio.net |
Kekayaan bumi Indonesia dan kejayaan kerajaan-kerajaan yang pada abad ke IV dan ke V Masehi dapat diungkap dari piagam-piagam kuno yang dissun oleh orang-orang Cina, bahkan orang-orang Yunani. Pada waktu itu Sumatera disebut dalam Bahasa Sansekerta sebagai Suwarna-dwipa (pulau emas) dan pulau Jawa disebut Yawa-dwipa.
Pada jaman itu, peninggalan-peninggalan Arsitektur masih belum ada, kecuali peninggalan-peninggalan yang bersifat arkeologis seperti prasasti di atas batu, barang-barang tembikar, perhiasan, dan dan lain sebagainya.
Peninggalan Arsitektur baru ada setelah kejayaan dari kerajaan Sriwijaya, dan kerajaan-kerajaan di Jawa Tengah. Meskipun ketika ditemukan kembali keadaannya sudah rusak dan berupa reruntuhan, peninggalan-peninggalan tersebut tetap menjadi sebuah kebanggan dan pegangan bagi kebudayaan banagsa Indonesia. Dari sini munculah istilah "Kebudayaan Indonesia-Hindu" yang kemudian diganti menjadi "Kebudayaan Kejayaan Nasional".
Ungkapan sejarah mengenai jaman-jaman tersebut, pada pokoknya berkisar kepada penyusunan urutan dari raja-raja yang pernah memegang pemerintahan, dan menggolongkannya dalam dinasti-dinasti yang disebut dalam piagam kuno dan prasasti yang ditemukan, dan untuk ditinjau peranannya masing-masing dalam bidang ketatanegaraan.
Demikian juga, kebanyakan dari patung-patung dan pahatan-pahatan yang sudah ditemukan, telah berhasil diurut siapa tokoh-tokoh yang menjadi model, siapa yang dilambangkan patung tersebut, dan kepada dewa mana patung itu dipujakan.
Dapat diduga bahwa sebuah patung pujaan tidak akan berdiri di alam terbuka seperti saat benda itu ditemukan oleh para arkeolog. Patung tersebut mungkin berada dalam suatu candi, suatu istana, suatu biara, pokoknya berada di dalam suatu bangunan penting.
Bangunan-bangunan penting seperti itu, jarang ada bekasnya yang lengkap, sebab bangunan tersebut diperkirakan terbuat dari kayu atau bahan bangunan yang kemudian musnah termakan waktu.
Demikian pula candi-candi yang dikenal sampai sekarang sebagai monumen sejarah kebudayaan, ketika diketemukan tidaklah dalam keadaan utuh. Semuanya harus diperbaiki dan rekonstruksi tanpa diketahui bagaimana bentuk aslinya.
Tetapi terkait dengan petunjuk cerita atau keterangan yang terdapat melalui prasasti atau buku-buku agama, begitu pula dengan membandingkannya dengan bentuk candi-candi yang ada di India, para ahli purbakala telah berhasil memugar candi-candi di inonesia menjadi monument yang kita banggakan.
Adapula pendapat-pendapat yang berlainan dari para ahli mengenai candi. Ada yang mengatakan bahwa candi adalah sebuah "kuburan" yang bersifat monumental dan merupakan sebagai bangunan keagamaan yang mistik dan simbolistik.
Seperti diketahui, orang-orang yang beragama Hindu, jenazahnya dibakar, dan abunya disebarkan ke laut, sungai, atau atas bumi. Tulang belulang yang tidak menjadi abu kemudian dipendam. Di atas sisa-sisa jasad seorang raja dan tokoh terkemuka lainnya, maka dibuatlah bangunan lengkap dengan patung-patung pujaan. Bangunan itu disebut candi, dengan kata lain sebagai tempat pendewaan raja-raja.
Candi Pawon, candi bercorak Hindu-Budha yang terletak di kabupaten Magelang. Sumber : https://id.wikipedia.org |
Jadi sebuah candi bukanlah seperti pengiraan para ahli tertentu, yang membandingkannya dengan kuil-kuil atau tempat melakukan ibadah halnya di India, atau sebagai pura di Bali jaman sekarang. Adapula yang mengatakan bahwa candi adalah "rumah" dewa yang dipuja.
Pembangunan suatu bangunan dalam kebudayaan Hindu, petunjuk-petunjuknya tersusun dalam kitab keagamaan, seperti yang aslinya di India bernama "Cilpa Sastra". Penerapan petunjuk-petunjuk itu terhadap keadaan di Indonesia pada masa itu masih kurang jelas.
Tetapi berdasarkan peninggalan-peninggalan yang ada di Indonesia sekarang, dilihat dari bentuk-bentuk candi dan sebagainya, oleh beberapa ahli disimpulkan adanya penyimpangan-penyimpangan. Hal ini menimbulkan keraguan, apakah arsitek-arsitek candi itu orang India, ataukah orang-orang pribumi yang kembali dari India dan menrepaknnya ilmunya setelah mempelajari "Cilpa Sastra".
Petunjuk atau aturan yang berlaku untuk membangun suatu bangunan kini masih dapat dipelajari dari buku-buku "Asta Kosala-Kosali" dan "Asta Bumi" (tentang tanah) di Bali atau catatan-catatan kuno di berbagai daerah di Indonesia. Meskipun banyak dari aturan-aturan itu bersifat magis, dengan segala pantangannya, seperti warna, bentuk, ukuran, bahan dan lain-lain, tetap prinsip yang terdapat pada buku-buku itu merupakan dasar-dasar arsitektur yang tertib dan teratur.
Bentuk Candi dan Segi Ornamentik
Umumnya, bentuk candi di Bali dan Sumatera mengikuti filosofi bahwa bangunan tersebut adalah alam semesta, yang terwujudkan dalm gunung Semeru. Seperti halnya alam semesta yang terbagi dalam 3 bagian, yaitu : Bhur Loka (alam manusia), Bhuvarloka (alam suci), dan Svah Loka (alam para dewa), maka pembangunan candi pun terbagi dari 3 bagian, yaitu : alas, badan. dan mahkota.
Bagian dan komponen candi. Sumber : https://ensiklopediarkeologi.wordpress.com/ |
1. Bagian Alas
Umumnya berdenah persegi, berupa terras dan si salah satu sisinya dibangun pintu atau "tangga masuk". Pada bagian landasan ini, disediakan lubang (Yoni) untuk memendam sisa-sisa jasad yang kemudian di atasnya ditempatkan patung atau lingga yang berkepentingan. Lingga dan Yoni merupakan lambing laki-laki dan Wanita.
2. Bagian Badan
Pada bagian badan atau tubuh, denahnya lebih kecil dari alas, sehingga pada alas tersbut ada serambi yang berkeliling. Bagian badan ini intinya ialah sebuah ruangan, dapat berbentuk kubus atau tabung.
3. Bagian Mahkota
Bagian ini terdiri dari 3 bagian. Sebagai keseluruhan dapat merupakan sebuah lingga. Bentuknya yang berumpak terdiri dari stupa-stupa. Bentuk tersebut penuh hiasan, dapat berupa umpak-umpak mahkota atau ratna di setiap sudutnya. Dapat juga diberi hiasan berupa patung perwujudan dari dewa-dewi, misalnya sebelah luar dari dinding bagian badan dapat diletakan patung dewa Siwa (ke arah Selatan), dewi Durga (ke arah Utara), dewa Ganesha (ke arah Barat), dan perletakan gerbang masuk pada sisi Timur candi.
Dari segi ornamen, motif yang sering dipakai adalah motif-motif dewa atau orang, bunga-bungaan (terutama bunga teratai atau mawar), binatang-binatang (seperti garuda, singa (Kala), lembu, dan lain-lain). Masing-masing motif mempunyai kedudukan penting dan maknanya dalam kepercayaan agama.
Relief pada candi Borobudur. Sumber : https://jogja.tribunnews.com |
Motif Kala Makara Singa pada candi Prambanan. Sumber : batikcandi.blogspot.com
|
Motif tirai dan bunga pada candi Borobudur. Sumber : batikcandi.blogspot.com |
Hiasan-hiasan sering merupakan ilustrasi dari cerita-cerita dalam kitab-kitab agama. Ukiran-ukiran dinding dipahat berupa relief, dan bahan bangunan yang dipakai umumnya batu kali dan cadas atau batu bata. Batu-batu itu ukuran cukup besar, dan disusun sedemikian rupa tanpa proses plesteran.
Tipe dan Kepercayaan yang mempengaruhi Sifat Candi
Monumen arsitektur dalam bentuk candi-candi dari jaman Hindu terdapat di Sumatera, seperti sisa-sisa candi berupa stupa yang ada di Muara Takus, Padang Lawas dan lain-lain. Di Pulau Jawa, sebagai pusat kebudayaan, memiliki peninggalan candi yang lebih banyak. Dalam hal ini, peninggalan-peninggalan itu digolongkan dalam beberapa tipe candi, yaitu tipe candi jaman kerajaan Jawa Tengah dan tipe candi jaman kerajaan Jawa Timur, namun adapula diantaranya yang digolongkan kedalam tipe candi jaman peralihan.
Suatu hal yang perlu diingat adalah bahwa pada jaman-jaman kerajaan Jawa-Hindu, terdpat 3 unsur kepercayaan yang telah memegang peranan penting terkait sifat-sifat candi tersebut. Yaitu agama Budha Hinayana, seperti kebanyakan di India, agama Budha Yang Mahayana, dan agama Siwa atau Brahmana. Ketiga agama itu digolongkan dalam di Indonesia dengan istilah agama Hindu.
Sumber :
Kompendium SEJARAH ARSITEKTUR Jilid 1, oleh Djauhari Sumintardja
Comments
Post a Comment
Mari bersama-sama membangun blog ini menjadi lebih baik lagi dengan meninggalkan jejak berupa komentar.